Istilah dar al-Islam dan dar al-harb/al kufr
begitu sangat popular dalam buku-buku fiqih dan sejarah Islam
klasik.bahkan,tidak sedikit ulama kontemporer yang masih menggunakan istilah
tersebut dengan mengklasifikasi masyarakat berdasarkan keyakinan/akidah;Muslim
atau non-Muslim. Al-Maududi,ulama besar Pakistan,misalnya,menyatakan Negara/masyarakat
yang tidak menerapkan hukum Allah (hakimiyyatullah)
adalah masyarakat jahiliah dan dianggap telah kafir (wilayah/dar al-kufr).
Mereka yang menerima
prinsip-prinsip Negara Islam disebut muslim,dan yang tidak menerima disebut
non-muslim.atas dasar itulah masyarakat sebuah Negara Islam dibatasi. senada
dengan itu,pakar hukum Islam dari irak,abdul karim zaidan,menulis:”syariah Islam
mengelompokan masyarakat berdasarkan sikap mereka terhadap Islam;menolak atau
menerima”. berangkat dari pemahaman ini,tidak sedikit kelompok muslim yang
melancarkan serangan terhadap pemerintah Negara yang tidak menerapkan hokum Islamsepenuhnya,
meskipun pemimpinnya seorang muslim.
Menurut mereka, menegakkan hukum Allah
adalah sebuah keharusan, dan itu hanya dapat dicapai dengan mendirikan Negara Islam. Wilayah atau Negara yang menerapkan hukum Allah
itu disebut.dar al-Islam.sebuah dar al-Islam
berubah statusnya menjadi dar al-kufr/al-harb
bila terdapat tiga hal: 1)berlaku hukum-hukum orang kafir; 2) tidak ada rasa
aman bagi umat Islam di negeri tersebut; dan 3)berdampingan dengan wilayah
kafir yang mengancam ketenangan umat Islam.mengingat hampir seluruh Negara
berpenduduk muslim tidak menerapkan hukum Allah,tetapi menggunakan
undang-undang atau hukum yang dibuat oleh non-muslim,maka pemerintahan Negara
tersebut adalah kafir dan harus diperangi. Bagi mereka, sikap mengesampingakan
hukum Allah dan menggantinya dengan hukum buatan manusia merupakan tindakan yang dikecam oleh al-Qur’an
seperti dalam firman nya:
“Apakah hukum
jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Qs.al-Ma’idah [5]: 50).
Pembagian wilayah /Negara atau masyarakat
seperti di atas tidak di temukan dalam al-Qur’an ataupun hadits, tidak ada di
bagian manapun dalam al-Qur’an yang menyebutkan secara eksplisit klasifikasi
seperti itu, begitu pula dalam sunnah Rasul. Pembagian tersebut merupakan
ijtihad atau pandangan para ulama masa lalu dalam menggambarkan pola hubungan
antara muslim dan non-muslim, yang di pengaruhi oleh situasi atau realitas saat
mereka hidup dulu. Oleh karna itu, tidak patut untuk di pandang sebagai ajaran
atau ketentuan agama. Pandangan tersebut dikemukakan dalam rangka merespons
realitas yang sudah sangat berbeda dengan relitas saat ini.
Thariq Ramadhan, cucu pendiri gerakan
Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, menulis dalam bukunya, To Be a European Muslim:
“Dar al-Islam dan Dar al-harb adalah dua
konsep yang tidak biasa di temukan dalam al-Qur’an maupun sunnah. Keduanya
sebenarnya tidak berakar pada sumber dasar Islam yang prinsip-prinsipnya di
persembahkan untuk seluruh dunia (lil ‘alamin), menembus batas waktu dan segala
batasan geografis bahkan, hal itu adalah usaha manusia yang pengaruhi oleh
sejarah dengan tujuan untuk mendeskripsikan dunia dan untuk memberi umat Islam
suatu standar bagi mengukur dunia dan menyesuaikan diri dengan realitas mereka.”
Besarnya
tantangan yang di hadapi dakwah Islam sejak perjalanannya, baik di jazirah Arab
maupun di luarnya, membentuk pola pikir tersendiri di kalangan penganutnya
dalam menghadapi pihak-pihak di luar Islam. Siksaan dan tekanan yang di lakukan
kaum musyrik mekkah, konspirasi yahudi Khaibar, Bani Nadhir, dan Bani Qaynuqa’
serta serangan Persia dari timur dan Romawi Byzantium dari barat adalah sekedar
menyebut contoh permusuhan terhadap Islam. Karena itu, sangat wajar kalau
kemudian upaya mengamankan misi dakwah menjadi prioritas perhatian para aktivis
dakwah pada periode awal. Dan menjadi sangat logis kalau para ahli fiqih dalam
mengklasifikasi masyarakat pada waktu itu di pengaruhi oleh suasana psikologis
seperti itu yang kemudian melahirkan kategori pembagian wilayah menjadi dar al-Islam (Negara/Islam) dan dar al-harb (Negara/wilayah perang).
Istilah dar al-Islam pertama di
sematkan kepada kota Madinah, tempat Rasulullah berhijrah. Selanjutnya, setelah
perluasan wilayah, satu per satu wilayah tersebut dinamakan dar al-Islam. Sebaliknya, kota/wilayah
selain Madinah pada masa awal di sebut wilayah perang dan perjuangan. Istilah
lain untuk dar al-harb adalah dar al-kufr (wilayah kufur) atau dar al-syirk (wilayah syirik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar