Rabu, 10 April 2013

PERBEDAAN NEGARA ISLAM DENGAN NEGARA KAFIR


Istilah dar al-Islam dan dar al-harb/al kufr begitu sangat popular dalam buku-buku fiqih dan sejarah Islam klasik.bahkan,tidak sedikit ulama kontemporer yang masih menggunakan istilah tersebut dengan mengklasifikasi masyarakat berdasarkan keyakinan/akidah;Muslim atau non-Muslim. Al-Maududi,ulama besar Pakistan,misalnya,menyatakan Negara/masyarakat yang tidak menerapkan hukum Allah (hakimiyyatullah) adalah masyarakat jahiliah dan dianggap telah kafir (wilayah/dar al-kufr). 

Mereka yang menerima prinsip-prinsip Negara Islam disebut muslim,dan yang tidak menerima disebut non-muslim.atas dasar itulah masyarakat sebuah Negara Islam dibatasi. senada dengan itu,pakar hukum Islam dari irak,abdul karim zaidan,menulis:”syariah Islam mengelompokan masyarakat berdasarkan sikap mereka terhadap Islam;menolak atau menerima”. berangkat dari pemahaman ini,tidak sedikit kelompok muslim yang melancarkan serangan terhadap pemerintah Negara yang tidak menerapkan hokum Islamsepenuhnya, meskipun pemimpinnya seorang muslim.   

     Menurut mereka, menegakkan hukum Allah adalah sebuah keharusan, dan itu hanya dapat dicapai dengan mendirikan Negara Islam. Wilayah atau Negara yang menerapkan hukum Allah itu disebut.dar al-Islam.sebuah dar al-Islam  berubah statusnya menjadi dar al-kufr/al-harb bila terdapat tiga hal: 1)berlaku hukum-hukum orang kafir; 2) tidak ada rasa aman bagi umat Islam di negeri tersebut; dan 3)berdampingan dengan wilayah kafir yang mengancam ketenangan umat Islam.mengingat hampir seluruh Negara berpenduduk muslim tidak menerapkan hukum Allah,tetapi menggunakan undang-undang atau hukum yang dibuat oleh non-muslim,maka pemerintahan Negara tersebut adalah kafir dan harus diperangi. Bagi mereka, sikap mengesampingakan hukum Allah dan menggantinya dengan hukum buatan manusia  merupakan tindakan yang dikecam oleh al-Qur’an seperti dalam firman nya:

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Qs.al-Ma’idah [5]: 50).
     Pembagian wilayah /Negara atau masyarakat seperti di atas tidak di temukan dalam al-Qur’an ataupun hadits, tidak ada di bagian manapun dalam al-Qur’an yang menyebutkan secara eksplisit klasifikasi seperti itu, begitu pula dalam sunnah Rasul. Pembagian tersebut merupakan ijtihad atau pandangan para ulama masa lalu dalam menggambarkan pola hubungan antara muslim dan non-muslim, yang di pengaruhi oleh situasi atau realitas saat mereka hidup dulu. Oleh karna itu, tidak patut untuk di pandang sebagai ajaran atau ketentuan agama. Pandangan tersebut dikemukakan dalam rangka merespons realitas yang sudah sangat berbeda dengan relitas saat ini.
     Thariq Ramadhan, cucu pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, menulis dalam bukunya, To Be a European Muslim:

“Dar al-Islam dan Dar al-harb adalah dua konsep yang tidak biasa di temukan dalam al-Qur’an maupun sunnah. Keduanya sebenarnya tidak berakar pada sumber dasar Islam yang prinsip-prinsipnya di persembahkan untuk seluruh dunia (lil ‘alamin), menembus batas waktu dan segala batasan geografis bahkan, hal itu adalah usaha manusia yang pengaruhi oleh sejarah dengan tujuan untuk mendeskripsikan dunia dan untuk memberi umat Islam suatu standar bagi mengukur dunia dan menyesuaikan diri dengan realitas mereka.”

Besarnya tantangan yang di hadapi dakwah Islam sejak perjalanannya, baik di jazirah Arab maupun di luarnya, membentuk pola pikir tersendiri di kalangan penganutnya dalam menghadapi pihak-pihak di luar Islam. Siksaan dan tekanan yang di lakukan kaum musyrik mekkah, konspirasi yahudi Khaibar, Bani Nadhir, dan Bani Qaynuqa’ serta serangan Persia dari timur dan Romawi Byzantium dari barat adalah sekedar menyebut contoh permusuhan terhadap Islam. Karena itu, sangat wajar kalau kemudian upaya mengamankan misi dakwah menjadi prioritas perhatian para aktivis dakwah pada periode awal. Dan menjadi sangat logis kalau para ahli fiqih dalam mengklasifikasi masyarakat pada waktu itu di pengaruhi oleh suasana psikologis seperti itu yang kemudian melahirkan kategori pembagian wilayah menjadi dar al-Islam (Negara/Islam) dan dar al-harb (Negara/wilayah perang). Istilah dar al-Islam pertama di sematkan kepada kota Madinah, tempat Rasulullah berhijrah. Selanjutnya, setelah perluasan wilayah, satu per satu wilayah tersebut dinamakan dar al-Islam. Sebaliknya, kota/wilayah selain Madinah pada masa awal di sebut wilayah perang dan perjuangan. Istilah lain untuk dar al-harb adalah dar al-kufr (wilayah kufur) atau dar al-syirk (wilayah syirik).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar