Selasa, 30 April 2013

Ikhlas dalam Introspeksi



Kedua penulis memulai bab ini dengan menyebutkan bahwa sikap berlebihan dalam amar makruf nahi mungkar hadir dalam banyak bentuk dan macamnya. Di antaranya ada orang yang menegakkan amar makruf nahi mungkar tujuannya tidak lain adalah untuk memenuhi kegemarannya dalam menguasai dan menaklukkan orang lain. Ada pula orang yang melakukan amar makruf nahi mungkar secara berlebih-lebihan dalam arti untuk memenuhi hawa nafsunya. Di sisi lain, ada pula orang yang suka melakukan amar makruf nahi mungkar, tetapi ia justru merasa kecewa jika kemungkaran sudah mereda ketika ia sebelum datang. Hal itu karena ia merasa tidak kebagian dalam mencegah kemungkaran dimaksud dan tidak berkesempatan melawan atau menyakiti pelaku kemungkaran. Hal semacam ini tentu tidak baik mengingat tujuan adanya perintah amar makruf nahi mungkar adalah untuk kebaikan umat secara keseluruhan. Artinya, asalkan kemungkaran itu sudah tidak ada maka hal itu menunjukkan kemajuan, tidak pandang siapa yang mencegah kemungkaran itu. (hal. 33)

Keikhsalan merupakan rahasia antara Allah dan hamba-Nya. Tidak ada yang mengetahui keikhlasan seseorang kecuali Allah Swt., sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada” (QS. Ghafir [40]: 19). Menurut penulis buku ini, penting bagi setiap orang untuk belajar keikhlasan, termasuk dalam melakukan amar makruf nahi munngkar. Hal itu karena sebagaimana amalan lain, amar makruf nahi munngkar pun dilakukan tidak lain untuk mencari ridha Allah. Allah Swt berfirman, “...Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya” (QS. Al-Kahfi [18]: 110).

Minggu, 28 April 2013

Tindakan Bom Bunuh Diri



Saat ini, tindakan bom bunuh diri banyak dilakukan di berbagai tempat, biasanya sebagai salah satu bentuk perlawanan pihak yang lemah terhadap pihak yang lebih kuta. Tindakan bom bunuh diri biasanya dilakukan terhadap sasaran yang tidak jelas. Tindakan ini  tidak hanya menyebabkan pelakunya meninggal dunia, tetapi biasanya juga menyebabkan kematian banyak orang yang tidak bersalah. Orang-orang yang menjadi korban sering  tidak mempunyai kaitan denan pihak yang dimusuhi atau memusuhi pihak pelaku bom bunuh diri.
                                          
                Pelaku bom bunuh diri atau pendukungnya merujuk kepada hadis-hadis yang menceritakan tentang tindakan tentara muslim yang menerobos pihak lawan untuk melakukan penyerangan hingga akhirnya ia mati terbunuh. Tindakan semacam ini disebut inghimas (jbaku). Ada sejumlah hadis yang melukiskan tindakan inghimas. Di antaraya:
                                         
Dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata: “Saya mendengar ayahku radhiyyalhu ‘anhu, selagi ia sedang menghadapi pasukan musuh, berkata: Rasulullah SAW. Telah bersabda: ‘Sesungguhnya pintu-pintu surge  berada dibawah bayang-bayang pedang.’Seorang laki-laki yang usang pakaiannya lalu berdiri dan berkata: ‘ Wahai Abu Musa, apakah engkau mendengarkan Rasulullah SAW mengatakan yang demikian ini? “ Abu Musa menjawab: “Ya”. Abu Musa berkata: “Orang itu lalu kembali ke kawan-kawannya seraya berkata: ‘Saya mengucapkan salam kepada kalian. ‘Ia kemudian memecahkan sarung pedangnya lalu mencampakannya. Selanjutnya, ia berjalan sambil membawa pedangnya kearah musuh dan menyerang dengan pedangnya itu hingga ia terbunuh. (H.R.Muslim) (an-Nawawi,2005:242).

                Hadis di atas berisi motivasi kepada tentara muslim yang sedang berhadapan dengan tentara musuh di medan perang. Imbalan berupa surga yang dijanjikan kepada mereka yang mati dalam perang, membuat anggota pasukan berani menghadapi musuh tanpa menghitung resiko yang bakal dialaminya, baik yang berupa cacat fisik maupun kematian. Kandungan hadis di atas tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan tindakan bom bunuh diri.

                Tindakan bom bunuh diri mempunyai karakteristik. Di antaranya: Pertama, perbuatan ini termasuk tindakan bunuh diri atau kematian direncanakan. Kedua, perbuatan ini menyebabkan orang-orang yang tidak bersalah ikut menjadi korban dan menyebabkan ketakutan orang banyak. Ketiga, Perbuatan ini mencerminkan sikap putus asa dan ketidakmampuan mencari bentuk tindakan yang lebih baik dalam menyelesaikan suatu masalah. Keempat, perbuatan ini mempunyai tujuan yang tidak jelas pula. Kelima, pertimbangan subyektif sangat menonjol dalam suatu tindakan bunuh diri.

                Seorang ulama terkenal pada zaman ini, Wahbah Zuhaily, dalam kitabnya Al-Fiqh al- Islamy Wa Adilatuhu dalam bab Qowaid al –jihad menyatakan bahwa jihad hanya terjadi pada tiga hal, yaitu:

1.     Apabila perbuatan itu terjadi pada saat bertemunya dua pasukan yang sedang saling bertempur, yaitu pasukan Islam dan pasukan musuh.
2.     Apabila penduduk suatu negeri muslim diserang oleh musuh.
3.     Apabila Amirul Mukminin, pemimpin negeri muslim, memerintahkan warganya untuk pergi ke medan perang.


Kalau kita perhatikan, tampak beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadis yang tidak membenarkan tindakan bom bunuh diri. Di antaranya adalah: Pertama, larangan Al-Qur’an untuk membunuh diri sendiri:

Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan kami masukan dia ke dalam mereka. Yang demikian itu mudah bagi Allah (Qs. An- Nisa [4]: 29-30).

Kedua, larangan mencelakakan diri sendiri.

“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan Janganlah kamu jatuhkan ( diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs Al-Baqarah [2]: 195).


                Ketiga, larangan membunuh orang lain tanpa alasan yang dibenarkan.

“Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia  seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang  manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu 413 sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (Qs. Al- Maidah[5]: 32)

                Keempat, larangan berputus asa dari rahmat Allah.

 “Hai anak-anaku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Alah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (Qs. Yusuf [12]: 87)


Jumat, 26 April 2013

Menegakkan Amar Makruf Nahi Munkar


Amar makruf nahi munkar dengan pengertian menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran adalah salah satu sendi terbesar dalam setiap agama. Para nabi: pun di utus untuk itu, sebab tanpa prinsip tersebut kerusakan di bumi akan merajalela. Di dalam al-Qur'an perintah untuk itu sangat jelas. Allah berfirman:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung".
Dalam Haditsnya Rasulullah bersabda:
Barangsiapa di antara 1 tlian mendapatkan kemungkaran maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya (kekuatan), bila tidak bisa maka dengan lisannya, dan kalau itu pun tidak bisa maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.[1]
Dalam riwayat lain Rasulullah saw. berasabda:
Demi Zat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya kalian beramar ma'ruf nahi munkar, atau (kalau tidak) Allah akan mengirimkan azab dari sisi-Nya dalam waktu dekat, kemudian kalian berdoa dan doa kalian tidak akan dikabulkan.[2]
Demikian prinsip-prinsip agama menyangkut amar ma'ruf nahi munkar. Dalam tradisi keilmuan Islam, prinsip ini dikenal dengan hisbah yang bertujuan menjaga stabilitas internal masyarakat Muslim dari berbagai bentuk pelanggaran dan penyelewengan terhadap nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Dilihat dari tujuannya sangatlah mulia, dan bukan sebuah tugas yang ringan, sehingga dalam pelaksanaannya memerlukan beberapa syarat dan perangkat kelengkapan yang memadai. Karena itu, seperti pada ayat di atas, yang diharapkan dapat melaksanakannya adalah Vnereka yang mencukupi syarat, tidak semua orang berkewajiban hisbah. Kata minkum mengesankan arti sebagian di antara kalian, tidak semua.
Namun dalam kenyataan, prinsip hisbah ini banyak dilakukan melalui cara-cara kekerasan. Tidak sedikit aksi kekerasan dan teror dilakukan dengan dalih amar ma'ruf nahi munkar. 

Ayat-ayat dan Hadits seperti di atas dipahami apa adanya, secara literal, tanpa
mempertimbangkan dan menghubungkannya dengan sekian ayat atau hadits lainnya sebagai sebuah kesatuan nilai-nilai agama. Dalam sejarah Islam klasik, cara-cara seperti ini pernah dilakukan oleh Khawarij  yang di kenal begitu bersemangat dalam keagamaan tetapi dengan pemahaman sempit sehingga berlebihan. Fenomena ini telah di prediksi sebelumnya oleh Rasulullah dalam sebuah sabdanya:
Pada akhir zaman nanti akan dating sekelompok orang dari kalangan muda, dengan pemikiran yang sempit. Mereka mengutip ayat-ayat al-Qur’an, tetapi mereka keluar dari kebenaran seperti panah lepas dari busurnya. Iman mereka hanya sampai di tenggorokan (tidak sampai ke hati sehingga dapat memahaminya dengan baik).
     Karna kecewa dengan perkembangan politik pasca penetapan Imam Ali sebagai Khalifah, kalangan Khawarij mengafirkan lawan-lawan politik mereka, dan menyerukan pembangkangan dengan dalih pernyataan, hukum hanya bersumber dari Allah (la hukma illa lillah). Beberapa aksi kekerasan di mesir di tahun Sembilan puluhan seperti penyerangan terhadap seniman yang dianggap mengumbar aurat, tempat-tempat maksiat, sarana-sarana dan fasilitas milik non muslim juga terjadi atas nama amar makruf nahi munkar. Penyerangan dan pengeboman gereja menjelang atau di malam natal yang sering terjadi di tanah air kita juga dilatarbelakangi itu. Jika demikian, tujuan mulia seperti apa yang ingin di capai jika cara yang di tempuh tidak mulia? Yang terjadi, upaya memberantas kemungkaran dilakukan dengan menimbulkan kemungkaran baru.
     Agar tidak terjadi kekacauan dalam pelaksanaan konsep hisbah, para ulama-berdasarkan kajian mendalam terhadap teks-teks keagamaan-menyimpulkan beberapa ketentuan bagi pelaku hiabah. Ulama besar ibnu Taimiyah mengatakan, “Amr ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban yang terberat. Sesuatu yang di wajibkan atau di anjurkan harus mendatangkan kemaslahatan, bukan kemudharatan, karna para Rasul di utus untuk membawa kemaslahatan, dan Allah tidak menyukai kerusakan. Karna itu, amar makruf nahi munkar tidak boleh  melahirkan kemunkaran baru. Sesuatu yang banyak mengandung mudarat tidak akan di perintahkan oleh Allah”. Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah menjelaskan syarat utama seseorang yang akan melakukan amar makruf nahi munkar yaitu memiliki ilmu pengetahuan, bersikap lemah lembut, berjiwa sabar dan menempuh cara-cara yang baik. Ilmu pengetahuan mengharuskan seseorang untuk melakukan perhitungan terhadap hasil yang akan di peroleh dari amar makruf nahi munkar. Kalau menurut dugaan upayanya itu tidak akan menghasilkan apa-apa (tidak membawa perubahan), bahkan justru mendatangkan bahaya maka gugur sudah kewajiban tersebut. Bahaya di maksud, menurut Imam al-Ghazali, dapat berupa penyiksaan secara fisik, kerugian secara moril atau materil (harta,kedudukan,harga diri). Al-Ghazali mencontohkan, jika dengan hisbah seseorang akan dipukul/dihukum di depan umum hingga membuatnya malu, atau harta dan rumahnya terampas, maka tidak berlaku baginya hisbah. Segala perintah dalam agama di laksanakan berdasarkan kemampuan (Qs.ath-Thalaq [65]: 7; Qs.at-Taghabun [64]: 16). Tanpa kemampuan kewajiban gugur. Pakar tafsir al-Qurthubi ketika menafsirkan Qs. Al-Maidah [5]: 105 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu mendapatkan petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
     Berkata,”Seseorang muhtasib (pelaku hisbah) hendaknya berdiam, jika di rasa tindakannya memberantas kemungkaran akan mendatangkan bahaya bagi dirinya, keluarganya, atau umat Islam secara umum”. Di tempat lain ia mengatakan, “Hadits-hadits Rasul tentang amar ma’ruf nahi munkar banyak sekali, tetapi selalu di kaitkan dengan kemampuan. Hisbah ditunjukan kepada seorang mukmin yang di harapkan sadar, atau orang yang tidak tahu tapi ada keinginan untuk belajar tahu. Adapun orang yang keras kepala dengan kemungkarannya dan membela diri dengan kekuatan sehingga jika di hadapi akan timbul bahaya sedangkan kemungkaran itu akan tetap ada, maka tidak ada kewajiban untuk memberantasnya dengan kekuatan”.
     Aksi-aksi kekerasan yang belakangan ini banyak di lancarkan sebagian umat Islam, apa pun motif di balik itu, termasuk menegakan kebenaran dan memberantas kemungkaran, secara nyata telah memojokkan Islam dan umat Islam di mata dunia. Islam dan segala yang berkaitan dengannya dicitrakan sebagai agama yang mengajarkan kekerasan. Banyak kemaslahatan umat Islam yang terganggu akibat pencitraan seperti itu. Maka, sudah saatnya kita menampilkan wajah baru Islam yang moderat, toleran, damai, dan kasih sayang untuk kemanusiaan.