Belakangan ini, di sebagian
daerah, muncul anggapan bahwa harta orang kafir dapat diperlakukan sebagai al-fay', walaupun mereka tidak memusuhi
atau memerangi umat Islam. Akibatnya, di beberapa kawasan terjadi penyerobotan
atau pengambilan harta milik warga non-Muslim secara tidak sah, yang dilakukan
oleh sekelompok orang yang mengaku beragama Islam. Pemikiran demikian mengemuka
karena diawali dengan adanya pembagian wilayah tempat tinggal masyarakat
menjadi dua, yaitu wilayah Islam (ddr al-lslam) dan wilayah perang (ddr al-harb). Yang pertama merupakan daerah
yang dikuasai umat Islam yang penduduknya beragama Islam atau mereka yang
tunduk pada pemerintahan Islam, sedang yang kedua adalah daerah yang dikuasi
umat non-Muslim yang dinilai akan membahayakan Islam dan umatnya. Dari ide ini
kemudian muncul pendapat bahwa dunia ini pada hakikatnya terpilah ke dalam
teritori atau wilayah Muslim dan teritori atau wilayah non-Muslim.
Menurut mereka
yang berpendapat seperti uraian di atas, umat Islam dan non-Muslim diasumsikan
selalu berada dalam situasi perang yang terus-menerus. Anggapan demikian akan
berakhir bila umat Islam telah dapat mengalahkan musuhnya. Selama situasi belum
berubah, dan wilayah non-Muslim masih dihuni oleh mereka yang memusuhi Islam,
anggapan bahwa mereka merupakan ancaman serius yang harus diwaspadai terus
berlanjut. Dalam keadaan demikian, kelompok umat Islam yang berpendapat seperti
ini masih menghalalkan harta orang yang tinggal di wilayah perang (ddr al-harb) sebagai al-fay' yang boleh diambil untuk
kemaslahatan umat Muslim.
Uraian di atas menjelaskan masalah yang berkaitan dengan
harta orang kafir yang
dapat diambil. Ketetapan ajaran Islam
menegaskan bahwa yang dapat
diambil adalah harta musuh yang
telah mengakui kekalahannya ketika melawan pasukan Islam,
baik dengan perang atau tidak. Sedangkan
harta mereka yang tidak memerangi tidak boleh diambil. Dengan
demikian, pendapat yang mengatakan bahwa harta
atau fasilitas
yang dimiliki
orang kafir merupakan al-fay', yang boleh diambil untuk kepentingan
umat Islam
adalah tidak benar. Anggapan
sedemikian ini, yaitu bolehnya merampas harta orang kafir yang
tidak memerangi Islam dapat dinilai sebagai sikap yang menyebabkan
munculnya kerusakan pada tatanan masyarakat. Pada giliran selanjutnya, hanya sikap antipati dan kebencian terhadap Islam dan
umatnya yang akan tumbuh.
Dalam era yang sudah jauh
berbeda dari masa Rasulullah saw.,
kehidupan umat Islam sudah
tentu banyak mengalami perubahan. Pada saat ini, sudah tidak
lagi berlaku
penaklukan suatu daerah secara fisik oleh
mereka yang memiliki kekuatan tentara.
Bila perilaku seperti ini dilakukan oleh
suatu negara, maka seluruh
bangsa di dunia
ini segera
akan mengecam
dan mengambil
tindakan terhadap negara yang
melakukannya. Respons yang demikian keras
pasti akan ditunjukkan oleh semua negara di
dunia, karena tindakan seperti ini dinilai
sudah tidak sesuai dengan masa
kini. Demikian juga halnya perampasan harta
yang dimiliki
oleh seseorang
oleh orang lain, sekelompok
masyarakat oleh masyarakat lain, atau
suatu negara oleh negara
lain akan
dinilai sebagai perbuatan
sewenang-wenang yang akan meminggirkan
pelakunya. Sikap demikain pasti akan menuai
kecaman dan mungkin juga akan
muncul tindakan balasan dari
pihak lain. Hal seperti ini
merupakan sikap yang mesti
dihindari oleh siapa pun. Umat
Islam, tidak berbeda dari lainnya, juga
termasuk yang dilarang untuk melakukannya.
Islam disyariatkan sebagai agama rahrnatan HI 'dlamin. Tujuannya adalah untuk mewujudkan keadilan
dan ketenteraman
di dunia. Dengan doktrin demikian, umat
Islam berkewajiban untuk
berpartisipasi dalam
menegakkan tujuan syariat
tersebut.
Perampasan harta yang
dimiliki orang lain tanpa sebab
yang dibenarkan tentu terlarang,
karena berakibat munculnya kerusakan dan kehancuran pada norma-norma kemasyarakatan. Karena itu, Islam dengan
tegas melarang sikap yang bertentangan
dengan aturan internasional ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar